Selasa, 12 April 2011

HUKUM PERDAGANGAN

HUKUM PERDAGANGAN

PENGERTIAN HUKUM PERDAGANGAN

Perdagangan atau perniagaan pada umumnya adalah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat dan suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnnya untuk memperoleh keuntungan.
Pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen itu meliputi aneka macam pekerjaan, misalnya :

a. Pekerjaan orang-perantara sebagai makelar, komisioner, pedagang keliling dan sebagainya.
b. Pembentukan badan-badan usaha (asosiasi), misalnya Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Firma (Fa, Perseroan Komanditer dan sebagainya guna memajukan perdagangan.
c. Pengangkutan untuk kepentingan lalu-lintas niaga baik di darat, di laut maupun di udara.
d. Pertanggungan (asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya si pedagang dapat menutup resiko pengangkutan dengan asuransi.
e. Perantaraan bankir untuk membelanjai perdagangan.
f. Mempergunakan surat perniagaan (wesel, cek, aksep) untuk melakukan pembayaran dengan cara yang mudah dan untuk memperoleh kredit.

Perdagangan mempunyai tugas untuk :
 

a. Membawa / memindahkan barang-barang dari tempat-tempat yang berkelebihan (surplus) ke tempat-tempat yang kekurangan (minus).
b. Memindahkan barang-barang dari produsen ke konsumen.
c. Menimbun dan menyimpan barang-barang itu dalam masa yang berkelebihan sampai mengancam bahaya kekurangan.

Orang membagi jenis perdagangan itu :

1) Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang :
a. Perdagangan mengumpulkan (produsen-tengkulak-pedagang besar-eksportir).
b. Perdagangan menyebarkan (importir-pedagang besar-pedagang menengah-konsumen).

2) Menurut jenis barang yang diperdagangkan :

Perdagangan barang (yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia, misal hasil pertanian, pertambangan, pabrik).
Perdagangan buku, musik, kesenian.
Perdagangan uang dan kertas-kertas berharga (bursa efek).

3) Menurut daerah, tempat perdagangan dijalankan :

a. Perdagangan dalam negeri.
b. Perdagangan luar negeri (perdagangan internasional), yang meliputi perdagangan ekspor dan perdagangan impor.
c. Perdagangan meneruskan (perdagangan transito).

Selain perdagangan, terdapat pula perniagaan (handelszaak). Usaha perniagaan adalah segala usaha kegiatan baik aktif maupun pasif, termasuk juga segala sesuatu yang menjadi perlengkapan perusahaan tertentu, yang kesemuanya itu dimaksud untuk memperoleh keuntungan.

Adapun usaha-usaha perniagaan itu meliputi :

1) Benda-benda yang dapat diraba, dilihat serta hak-hak seperti :
a. Gedung / kantor perusahaan.
b. Perlengkapan kantor, misal mesin hitung / tulis dan alat-alat lainnya.
c. Gudang beserta barang-barang yang disimpan di dalamnya.
d. Penagihan-penagihan.
e. Utang-utang.

2) Para langganan.

3) Rahasia-rahasia perusahaan.

HUKUM PERJANJIAN

HUKUM PERJANJIAN
Pengertian Perjanjian 
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 BW). Pengertian
perjanjian ini mengandung unsur :

a. Perbuatan,
Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika
diganti dengan kata  perbuatan hukum  atau  tindakan hukum, karena perbuatan
tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;

b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih,
Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling
berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama
lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
c. Mengikatkan dirinya,
Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada
pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul
karena kehendaknya sendiri.

B. Syarat sahnya Perjanjian 

   Agar suatu Perjanjian dapat menjadi  sah dan mengikat para pihak, perjanjian harus
memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 BW yaitu :

1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan mengenai hakekat barang
yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri pihak lawannya dalam
persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang tersebut; adanya paksaan
dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut ancaman (Pasal 1324 BW);
adanya penipuan yang tidak hanya mengenai kebohongan tetapi juga adanya tipu
muslihat (Pasal 1328 BW). Terhadap perjanjian yang dibuat atas dasar “sepakat”
berdasarkan alasan-alasan tersebut, dapat diajukan pembatalan.
 
2. cakap untuk membuat perikatan;
Pasal 1330 BW menentukan yang tidak cakap untuk membuat perikatan :
a. Orang-orang yang belum dewasa
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan 
c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan
pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang
membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah
Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September
1963, orang-orang perempuan tidak lagi  digolongkan sebagai yang tidak cakap.
Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya.
   SieInfokum-Ditama Binbangkum  2
Akibat dari perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap adalah batal demi hukum
(Pasal 1446 BW).

    3. suatu hal tertentu;
Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka
perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 BW menentukan hanya barang-barang
yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan
Pasal 1334 BW barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi
obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.

    4. suatu sebab atau causa yang halal.
Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat.
Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain
oleh undang-undang.
 Syarat pertama dan kedua menyangkut subyek, sedangkan syarat ketiga dan keempat
mengenai obyek. Terdapatnya cacat kehendak (keliru, paksaan, penipuan) atau tidak
cakap untuk membuat perikatan, mengenai subyek mengakibatkan perjanjian dapat
dibatalkan. Sementara apabila syarat ketiga dan keempat mengenai obyek tidak
t erpenuhi,maka perjanjian batal demi hukum